Type

blogs

Scope of Work

Civic Education & Empowerment

Issue

Urban Social Forum

Perhelatan Ruang Warga: Urban Social Forum 11

Ulfia Atmaha
Wed, 10 Dec 2025

5 min read

by Ulfia Atmaha and Rendy Manggalaputra

Cerita tentang kota selalu lahir dari sudut-sudut kecil yang kerap tak terlihat. Tempat di mana warga singgah sejenak, berbincang ringan, dan saling bertukar kabar; berbagi kisah rutinitas keseharian hingga keluh kesah tentang kehidupan di kota. Interaksi yang tumbuh secara spontan, membuatnya lebih mudah untuk saling membaur dan menghidupkan jantung ekosistem sosial yang menjaga rasa kebersamaan semua warga kota.

Dalam dinamika sosial yang kompleks, isu perkotaan saling bertaut dan memengaruhi. Namun, tak jarang, ruang diskusi dan gerakan warga justru cenderung tersekat — oleh sektor, wilayah, atau komunitas itu sendiri. Padahal, ruang dialog yang terbuka bisa menjadi alternatif untuk membangun kesadaran tentang interseksionalitas isu yang berkaitan di perkotaan. Sebab, partisipasi warga dalam ruang diskusi sejatinya adalah upaya untuk mengubah kondisi lingkungan dan kesejahteraannya.

Keadaan kota hari ini tidak pernah berdiri sendiri. Kota selalu berakar dari pengalaman hidup warga dan sejarah yang tersimpan dalam ingatan kolektif. Bentuk jalan, bangunan pasar, budaya hidup, hingga sistem pemerintahan telah menyimpan jejak interaksi, perjuangan, dan solidaritas yang membentuk identitas urban. 

Warga dapat mengaktivasi kembali memori itu sebagai semangat untuk menjadikan kota lebih dari sekadar ruang fisik. Kota yang bermetamorfosis sebagai ruang hidup yang dinamis; lokus di mana solidaritas tumbuh, pembelajaran kolektif berlangsung, dan jembatan antara setiap kepentingan dengan tujuan bersama yang dibangun. Di ruang inilah upaya mewujudkan kota yang lebih adil menemukan pijakannya, dan sekali lagi menggalang solidaritas kewargaan lewat percakapan lebih luas dan bermakna.

Urban Social Forum 11

Sebagai gagasan sekaligus ruang alternatif untuk merawat demokrasi, Urban Social Forum (USF) hadir bersama warga dengan niat terbuka untuk berdiskusi, bertukar pengalaman dan pengetahuan, serta mewadahi aktivisme sosial dan organisasi yang bergiat dalam isu-isu perkotaan di Indonesia. 

Selain itu, USF juga terbit untuk memantik suatu kesadaran bahwa setiap permasalahan hingga rentetan aksi di kota selalu bersifat kausal dan berkelindan satu sama lain. Karenanya, perubahan perspektif warga untuk lebih memahami ruang hidupnya perlu didorong dengan membangun imaji bersama tentang kota yang diidam-idamkan; inklusif, humanis, dan lestari.

Untuk pertama kalinya setelah satu dekade penyelenggaraan di berbagai kota di Pulau Jawa, Urban Social Forum yang ke-11 akhirnya menapakkan kaki di Pulau Dewata, tepatnya di Denpasar, Bali. Keputusan tersebut tak lepas dari makin menggeliatnya diskursus urban yang diperbincangkan oleh warga dan komunitas lokal di Denpasar dan Bali terhadap kondisi pembangunan kotanya. 

Kondisi lain yang sedang mendapatkan perhatian yaitu pengelolaan kota yang mampu menjembatani partisipasi warga termasuk orang muda dalam pembentukan kebijakan di kota. Bagaimana warga kota dapat didengarkan, dilibatkan, dan dihargai. Ruang ini ingin membersamai siasat bersama terhadap kondisi kota saat ini maupun angan-angan tentang kota yang diharapkan di masa yang akan datang.

Berlangsung selama dua hari, pada 30-31 Agustus 2025, USF 11 bergerak bersama berbagai aktor kota untuk mendalami isu perkotaan yang sedang hangat di Indonesia terutama di Denpasar lewat ruang-ruang diskusi. Kelindan isu perkotaan tersebut membentuk poros pada isu-isu spesifik; partisipasi warga di kota, kemacetan di jalan, manajemen sampah, bencana alam berupa banjir dan longsor, perubahan iklim, swakelola pangan perkotaan, keamanan di ruang digital, dan kesetaraan gender. Ragam isu tersebut mewarnai dan mempertajam ruang diskusi.

Meraki Ruang Inklusif yang Aksesibel 

Sebagai upaya berlatih mewujudkan ruang diskusi yang inklusif, USF 11 juga terbit sebagai titik temu untuk mendiskusikan isu kerentanan — termasuk gender, anak-anak, dan perempuan. Penyediaan akses yang ramah bagi semua partisipan merupakan bentuk tanggung jawab untuk menciptakan inklusivitas; baik melalui fasilitas fisik maupun ruang diskusi yang aman, nyaman, dan setara ketika membahas isu inklusivitas itu sendiri.

Di antara mereka, tampak beberapa partisipan yang datang dengan keterbatasan mobilitas, seperti menggunakan kursi roda dan kruk. Selain itu, Juru Bahasa Isyarat (JBI) juga terlibat dalam menjembatani proses diskusi bagi rekan-rekan disabilitas, utamanya di panel diskusi yang membahas kota inklusif. Dukungan tersebut bukan hanya dihadirkan, tetapi benar-benar diupayakan agar semua partisipan dapat berpartisipasi secara utuh.

Partisipasi inklusif tidak mungkin terwujud tanpa adanya akses yang setara dan kesempatan yang sama bagi seluruh warga, termasuk mereka yang terpinggirkan. Keterlibatan partisipan yang berasal dari berbagai latar belakang penting untuk memberikan perspektif tentang budaya hidup mereka; dan berlatih menumbuhkan kepedulian lewat proses berinteraksi dan memahami kerentanan yang bermakna.

Merawat Demokrasi dari Solidaritas Kewargaan

USF 11 serupa muara untuk mempertemukan  warga, komunitas lokal, organisasi masyarakat sipil, aktivis, akademisi agar saling terhubung dan berkolaborasi. Kolaborator yang terlibat adalah aktor penting yang ikut membentuk agenda diskusi dan menghubungkannya ke kolaborator lain yang memiliki isu serupa dan lainnya. Sebanyak 40 kolaborator USF 11 yang berasal dari berbagai kota di Indonesia — seperti Denpasar, Singaraja, Jembrana, Surabaya, Solo, Yogyakarta, Semarang dan Jakarta — memberi corak pada ruang diskusi, lokakarya, dan side event.

Ruang yang dibangun dari gagasan kolektif ini, tak akan menjadi arti tanpa keterlibatan lebih dari 700 partisipan yang turut menghidupkan dan mengawal jalannya kegiatan. Keberlangsungan acara dapat berjalan dengan baik berkat urun daya dari 43 relawan yang datang dari berbagai penjuru kota untuk memberikan percikan semangat dalam mewujudkan ruang terbuka yang inklusif untuk semua.

Solidaritas yang terbangun dari kolaborasi warga dan berbagai aktor kota saling menguatkan. Secara kolektif, forum ini melatih kerja perawatan dalam memperkuat praktik demokrasi; warga saling berkolaborasi dalam merancang agenda bersama, menyuarakan isu kerentanan prioritas, dan memastikan akses yang berkeadilan bagi semua. Solidaritas yang tumbuh dari keterhubungan tersebut menjadikannya lebih dari ikatan sosial, yakni energi politik yang menghidupkan ruang warga sebagai milik bersama, di mana kerentanan diakui dan keberagaman dirayakan.

Mendekat sebagai Milik Bersama

Sebagaimana yang tertuang pada pleno pembuka “Merebut Kota untuk Kita: Menyerukan Visi Kota sebagai Ruang Bersama yang Lestari dan Adil” bahwa upaya merebut kembali ruang dan sumber daya kota hendaknya menjadi kepentingan bersama agar tidak dikuasai segelintir pihak, melainkan menjadi ruang hidup yang inklusif dan berkelanjutan. Warga perlu berbagi strategi perjuangan, praktik partisipatif dan kolaboratif, serta visi yang cerah untuk masa depan kota.

Harapannya, seluruh pesan dan nilai dalam rangkaian kegiatan dalam USF 11 dapat memantik rasa kepedulian warga terhadap kondisi ruang hidupnya dan mengafirmasi kota sebagai ruang milik bersama, di mana setiap subjek memiliki hak untuk tinggal dan berbagi peran serta tanggung jawab. Tak terkecuali bagi orang muda yang kelak mengiringi setiap ide yang relevan dan mempersiapkan kota dalam menghadapi dinamika sosial dan teknologi yang aktual.

Seperti halnya orang muda yang adaptif, forum sosial perkotaan hendaknya mampu menyesuaikan diri agar mampu merangkul warga dan menghadirkan ruang yang aman dan nyaman dalam membicarakan dinamika kota. Percakapan yang kritis dan dinamis perlu dibangun dari partisipasi dan kerja-kerja kolektif. Oleh karenanya, warga kota tidak dapat dilihat hanya sebagai individu yang terpisah melainkan elemen krusial dari ekosistem perkotaan yang terus bergerak, adaptif, dan responsif ke depannya.

Rangkaian acara di USF 11 telah selesai, tetapi semangat kolaborasi dan aksi kolektif akan terus tinggal untuk membantu setiap api bekerja dari dekat. Cerita warga yang terhimpun di Denpasar ini dapat menjadi suara yang mengawal arah perencanaan dan kebijakan urban untuk mewujudkan kota yang lebih berkelanjutan, adil, dan lestari untuk semua.